Senin, 22 Oktober 2012

Azas Demokrasi Keluarga Kami

"Banyak kekurangan yg ada padaku. Aku belum bisa menjadi ibuk yang baik. Untuk itu jangan terlalu berharap ke Ibuk." Kira - kira seperti itu sms balasan dari ibuku setelah beberapa hari beliau tidak membalas smsku. Mungkin ibuk mengirim itu karena mengira aku masih ngambeg.
Lalu sms kedua ibuk seperti ini, " Tapi kamu tdk usah kecewa. Masih banyak ibuk2 yang lain yang lebih baik. Pasti kamu akan menemukanya. Maaf kalau ibuk banyak mengecewakanmu."
Aku benar - benar dibuat tercengang oleh dua sms ibuk itu. Kalimat "Kamu jangan terlalu berharap ke ibuk." dan "Masih banyak ibuk2 yang lain yang lebih baik. Pasti kamu akan menemukanya." Siapa yang tidak akan kaget dan shock menerima sms demikian ? Terlebih sms itu ku dapat dari ibukku ( Setidaknya beliau adalah Ibuk bagiku ). Aku yang cukup peka terhadap sebuah pernyataan dan kalimat - kalimat spontan berfikir bahwa Ibuk tak lagi mau menjadi ibukku, tak mau lagi menganggapku sebagai anaknya.

Awalnya aku berfikir tak akan membalas sms ibuk. Jari - jari ini terasa gemetar dan berat untuk sekedar memejet tombol - tombol alfabetik yang muncul di layar ponselku. Berkali - kali aku salah memejet huruf. Aku masih mencoba menegarkan diriku sendiri, sambil sesekali bernyanyi agak lantang berjaga - jaga supaya mataku tak mengeluarkan air mata. Saat itu otaku berfikir menjadi tiga bagian, bagian untuk membalas sms ibukku, bagian untuk bernyanyi dan menahan tangis dan bagian untuk tetap memperhatikan tayangan Moto GP.

Selesai merangkai kalimat yang akan ku kirim untuk ibuk. Berulang kali aku meneliti ketikanku itu, siapa tahu ada huruf bahkan kalimat yang salah. Aku benar - benar menjaga dan memilah mana kalimat yang sebaiknya
aku kirim dan yang tak perlu aku kirim. Akhirnya setelah aku yakin itu kalimat terbaik yang bisa aku rangkai untuk ibuk, sms itu pun aku kirim. Kurang lebih isinya seperti ini "Nggih2 Buk... Don't Worry... y mungkin memang kulo aja yg berlebihan sama ibuk... hahaha, Kulo kan nggk boleh egois. Nggih makasih, setidaknya bbrp bln k belakng kulo saged ngerasa punya ibuk... hehehe". Kelihatan banget sms itu diketik dgn perasaan yang dipaksakan untuk tegar kan. Ya begitulah, aku memang tidak pandai menyembunyikan perasaan, bukan berarti aku suka mengumbar atau tidak bisa jaga rahasia lho.

Setelah cukup lama aku dan ibukku berdebat. Akhirnya, aku pun menjelaskan ke ibuk bahwa sebenarnya aku tidak benar - benar ngambeg dengan sms seperti ini, "Kulo kan sampun bilang k ibuk kalau mboten saged benar2 bisa ngambeg atau marah... apa lg sama ibuk/stdknya kulo anggp ibuk kulo... yg pst bg kulo ( saya ) Ibuk masih seperti ibuk itu pun kalau msh kersa... kalau mboten kulo nggih tdk boleh egois kan ?" Setelah smsku itu, semua menjadi lebih jelas akar permasalah hari itu. Dengan sms ibuk yg isinya seperti ini, "Ibuk jg g th knp, kalau km g nangis justru sejak td ibuk yg nangis...."

Dari situ aku mulaiberfikir mungkin penafsiranku atas sms ibuk yang pertama dan kedua tadi memang salah. Dan semoga aku memang salah menafsirkan. Awalnya aku berfikir untuk kali kedua aku akan kehilangan seorang ibuk setelah ibuk yang melahirkanku meninggalkanku semasa aku masih kecil dan belum mengerti arti pentingnya seorang ibuk. Dan aku tak mau untuk kali kedua kehilangan sosok itu lagi. Meski aku sebenarnya bukan siapa - siapa beliau, setidaknya bagiku beliau adalah ibukku begitu pun keluarga mereka, sudah seperti keluarga keduaku.

Semua itu hanya salah paham antara aku dan ibukku. Mungkin karena aku yang masih terlalu kekanak - kanakan tidak peka terhadap perasaan ibuku sendiri. Dari peristiwa itu aku belajar untuk tidak egois, untuk bersikap lebih dewasa. Aku pun tak banyak menuntut ibuk. Bagiku ibuku yang seperti ini sudah cukup bagiku. Meski ibuk sering mengomeliku, paling sering memarahiku, namun bagiku itu adalah ungkapan sayang ibuk padaku. Aku pun selalu bisa menerima saat ibuk marah ataupun mengomeliku.

Satu hal yang sebenarnya ingin kusampaikan, "Aku sayang ibuk seperti aku menyayangi ibuk yang telah melahirkanku. Dan jika ibuk berharap supaya aku menemukan ibuk lain, aku tidak berharap demikian. Sekarang cukup satu yang ada di dunia, dan satu yang berada di sisi-Nya." Meski sebenarnya aku tidak benar - benar tahu bagaimana cara menyayangi seorang ibuk. Sekali lagi itu karena ibuk sudah meninggalkanku sebelum aku tahu cara menyayangi seorang ibuk.

Setelah peristiwa yang baru terjadi kemarin sore itu, kami pun saling mengerti karakter masing - masing. Secara tidak langsung peristiwa itu pun juga sebagai waktu yang tepat untuk mengungkap segala uneg - uneg atau apapun yang ingin kami sampaikan. Dan kini aku masih punya ibuk yang bisa aku minta memasak oseng kacang favoritku, juga ibuk yang membangnkanku saat sahur. Dalam keluarga kami dibebaskan untuk saling mengungkapkan apapun yang kami rasakan. Dan peristiwa kemarin mungkin akan menjadi lebih buruk jika kami hanya diam. Itulah azas Demokrasi Keluarga Kami.

"Terima kasih Ibuk."

Penulis hanya ingin berbagi kepada semua anak yang ingin menjadi anak baik bagi orang tua mereka. Hanya ingin berpesan kepada sahabat semua jangan siakan kesempatan untuk dapat menyayangi orang tua kalian. Kalian ang masih bisa didampingi orang tua kalian jangan kalian mengecewakan mereka, jangan biarkan mereka meneteskan air mata karena kebodohan kalian. Biarkanlah mereka meneteskan air mata karena bangga kepada kalian. Sebab ketika mereka telah meninggalkan kalian, saat itu kalian akan mengerti bahwa mereka adalah paling berharga dalam hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar Anda yang membangun